Kerajaan Adat Paksi Pak
Kerajaan Adat “Paksi Pak Sekala Brak” yang terdiri dari Kepaksian Pernong, Paksi Buay Belunguh, Paksi Buay Bejalan Diway dan Kepaksian Nyerupa, terletak di "tanoh unggak/lambung" yang dalam bahasa Indonesia berarti dataran tinggi, karena berada di dataran tinggi Pesagi yang merupakan gunung tertinggi di Provinsi Lampung, diyakini sebagian besar masyarakat Lampung sebagai asal usul suku bangsa Lampung
Wilayah Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, saat ini secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung, diapit oleh tiga gunung yaitu Gunung Pesagi, Gunung Seminung dan Gunung Tanggamus, berada pada kawasan yang sangat strategis karena tepat di segi tiga perbatasan Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu.
Sekala Brak asal usul Orang Lampung.
Kerajaan Sekala Brak dianggap sebagai symbol peradaban, kebudayaan dan eksistensi Orang Lampung, Penyebutan Lampung berasal dari kata “Anjak Lambung” yang artinya dari dataran tinggi yakni lereng gunung pesagi yang merupakan gunung tertinggi di Lampung.
Suku Tumi memeluk agama Hindu Bairawa, mereka mengagungkan “Belasa Kepampang” sebuah pohon keramat bercabang dua yang terdiri dari cabang nangka dan cabang sebukau (kayu bergetah), konon bila menyentuh getah cabang sebukau orang bisa terkena penyakit kulit, namun penyakit tersebut dapat segera disembuhkan dengan getah cabang nangka yang terdapat dipohon itu. Kepercayaan ini tidak hanya di terima di Sekala Brak tetapi juga di daerah-daerah lain di sepanjang aliran Way Komering, Way Semangka, Way Sekampung, Way Seputih, Way Tulang Bawang, Way Umpu, Way Rarem dan Way Besai (Teguh Prasetyo, 2005)
Ketika Pemerintahan Islam menguasai Sekala Brak, pohon “Belasa Kepampang” ditebang dan kayunya dipergunakan untuk membuat “Pepadun”. “Pepadun” adalah singgasana Raja yang hanya boleh digunakan atau diduduki pada saat penobatan Sultan Sekala Brak beserta keturunannya.
Tumbangnya pohon “Belasa Kepampang” menandai runtuhnya kekuasaan suku Tumi sekaligus musnahnya aliran animisme di bumi Sekala Brak.
Sekala Brak pada Zaman Islam (Masa Kepaksian).
Sebagaimana diriwayatkan dalam “Tambo” bahwa masuknya ajaran Islam di bumi Sekala Brak dibawa oleh Umpu Ngegalang Paksi beserta empat putra yang berasal dari Pagaruyung, para Umpu tersebut dibantu oleh seorang Pemudi yang berjuluk Si Bulan (Putri Bulan) diperkirakan bernama asli Indrawati, dan merupakan leluhur orang Tulang Bawang (Karzi, 2007)
Adapun nama empat Putra yang bersama Umpu Penggalang Paksi tersebut adalah :
- Umpu Belunguh yang nama aslinya juga Belunguh
- Umpu Pernong yang bernama asli Pak Lang
- Umpu Bejalan Diway yang nama aslinya Inder Gajah
- Umpu Nyerupa yang nama aslinya Sikin
Umpu berasal dari kata “Ampu” sebutan bagi anak Raja di Kerajaan Pagaruyung yaitu Kerajaan yang didirikan oleh Adityawarman pada tahun 1347 merupakan Kerajaan Hindu yang kemudian beralih ke Islam, dan setelah beralih ke Islam nama kerajaan berubah menjadi Kesultanan.
Oleh keempat penguasa baru tersebut wilayah Sekala Brak dibagi, masing-masing memiliki Wilayah, Rakyat dan Adat Istiadatnya sendiri serta memiliki kedudukan yang sama dan saling menghormati, sementara Putri Bulan yang membantu para Umpu diberi wilayah Cenggikhing Way Nekhima, tapi karena Putri Bulan memutuskan tidak tinggal di Sekala Brak, maka Cenggikhing Way Nekhima dimasukkan kedalam wilayah Kepaksian Pernong.
Untuk menghindari perselisihan diantara empat Kepaksian tersebut, maka atas kesepakatan bersama “Pepadun” yang dibuat dari pohon “Belasa Kepampang” dititipkan kepada “Buay Benyata” yang berkedudukan di Pekon Luas, apabila salah satu dari empat kepaksian memerlukan “Pepadun” untuk penobatan, dapat mengambilnya di Buay Benyata dan setelah selesai harus dikembalikan lagi.
Dalam perjalanan waktu, perselisihan justeru terjadi pada keturunan Buay Benyata, pada tahun 1939 sejumlah keturunan memperebutkan hak menyimpan Pepadun tersebut, maka atas kesepakatan kerapatan adat dengan persetujuan empat Paksi Sekala Brak dan diketahui oleh Residen yang mewakil Pemerintah Kolonial Belanda, diputuskan bahwa sebelum ada keputusan tentang hal itu, untuk sementara “Pepadun” disimpan oleh keturunan langsung dari Umpu Belunguh, dan sampai saat tulisan ini dibuat “Pepadun” tersebut masih tersimpan di “Gedung Dalom” Kepaksian Belunguh di Pekon Kenali.
Kerajaan Sekala Brak Masa Kini.
Kerajaan Sekala Brak, lestari hingga kini, namun sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Kerajaan tidak lagi memegang tampuk Pemerintahan, Sekala Brak menjelma menjadi Kerajaan Adat dengan sebutan Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, dan bernaung dalam NKRI. Batas-batas wilayah kerajaannya masih sangat jelas, "Gedung Dalom" sebutan untuk Keraton/Istana masih berdiri tegak dengan agungnya, “Pemanohan”/pusaka terpelihara, Lambang masing-masing Kepaksian tetap terjaga, Pucuk Pimpinan yaitu “Saibatin” tetap eksis, struktur pemerintahan adat baik di "Gedung Dalom" maupun di "Pekon-pekon" (desa-desa) masih lengkap, dan yang terpenting pengakuan, pengabdian dan kesetiaan dari masyarakat adatnya tetap utuh bahkan sangat baik, hal ini dibuktikan dengan "iyukh sumbai" *) dan tidak ada seorangpun anggota masyarakat adat yang tidak jelas identitasnya, hubungan setiap komunitas adatnya dengan "Gedung Dalom" bisa ditelusuri dengan baik dan jelas.
Masing-masing Paksi dipimpin oleh “Saibatin” yang bergelar Sultan dan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa ke-empat “Saibatin”/Sultan di Paksi Pak Sekala Brak mempunyai derajat yang sama dan saling menghormati, sehingga terjagalah keharmonisan diantara mereka.
“Saibatin” dimaknai sebagai Satu Orang Pemilik . "Saibatin Kedau Adat " / pemilik adat, "Saibatin kedau Harkat" / pemilik harkat, "Saibatin kedau Derajat" / pemilik derajat, "Saibatin kedau Rakyat" / pemilik rakyat, "Saibatin kedau Pemanohan" / pemilik pusaka, "Saibatin kedau Pepaduan" / pemilik singgasana, "Saibatin kedau Bumi Keratuan" / pemilik wilayah kerajaan, "Saibatin mejong dihejongan" / menduduki tahta.
Gelar Sultan hanya untuk “Saibatin”. Melekat pula pada gelar Sultan adalah Dalom dan Pangeran, sedang kan Permaisuri “Saibatin” bergelar Ratu. Kemudian dalam stratifikasi gelar yang berkait dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat berturut-turut sebagai berikut :
- SULTAN
- RAJA
- BATIN
- RADIN
- MINAK
- KEMAS
- MAS